element




StopGlobalWarming.org

site statistics

Wednesday, December 26, 2007

banjir-banjir-banjir





diambil dari kompas

Penyebab Banjir

Telah lama para ahli hidrologi dan ekologi menyatakan bahwa kejadian erosi tanah, selain ditentukan oleh iklim atau curah hujan, juga dipengaruhi kondisi tanah, kemiringan lereng, panjang lereng, kondisi vegetasi, dan aktivitas manusia. Dari berbagai faktor tersebut, pengaruh manusia sangat berperan penting.

Contohnya, pemeliharaan hutan yang baik dan bercocok tanam yang memerhatikan lingkungan, seperti memelihara kerimbunan vegetasi, dapat menyebabkan penurunan air larian dan erosi tanah akibat hujan.

Setiap terjadi hujan, senantiasa dihasilkan sejumlah volume air larian di permukaan tanah (cileuncang). Cileuncang akan berkurang apabila sebagian air tersebut meresap ke dalam tanah. Pada umumnya macam-macam penggunaan lahan mempunyai kemampuan berbeda dalam meresapkan atau menginfiltrasikan air hujan cileuncang ke dalam tanah. Dengan kata lain, jumlah air hujan cileuncang yang meresap ke dalam tanah dan yang mengalir di permukaan tanah akan berbeda-beda pada setiap penggunaan lahan.

Proporsi air hujan cileuncang yang mengalir di permukaan tanah pada setiap penggunaan lahan biasanya dikenal dengan koefisien aliran permukaan atau koefisien limpasan. Besarnya koefisien limpasan dapat dipengaruhi tipe tanah, kemiringan lahan, dan pengelolaan lahan oleh manusia. Menurut prakiraan secara umum, air larian di daerah hutan sebesar 2-15 persen, daerah pertanian 21-65 persen, daerah penggembalaan 17-23 persen, daerah permukiman 25-40 persen, daerah pinggiran kota dan pedesaan 35-70 persen, daerah perkotaan 50-90 persen, dan daerah industri 50-95 persen (bandingkan dengan Sinukaban, 2005).

Air larian itu juga menyebabkan erosi permukaan tanah. Menurut para ahli, telah diprakirakan bahwa secara umum hilangnya permukaan tanah akibat erosi di Pulau Jawa pada akhir 1980-an bervariasi di berbagai tata guna lahan. Misalnya, tingkat erosi di lahan pertanian tanaman semusim terbuka di tegal mencapai 138,3 ton per hektar (ha), hutan yang rusak (87,2 ton per ha), hutan (5,8 ton per ha), dan sawah (0,5 ton per ha) (Conway dan Barbier, 1990:30). Dari gambaran tersebut dapat disimak bahwa secara umum lahan pertanian semusim di tegal terbuka dan lahan hutan yang rusak tidak ditutupi vegetasi memiliki nilai erosi tinggi.

Jabar Harus Waspada

BANDUNG,(PR).-
Masyarakat diminta waspada terhadap kemungkinan terjadinya longsor di sejumlah wilayah di Jawa Barat. Curah hujan yang tinggi pada masa-masa puncak musim hujan, berpotensi memicu terjadinya gerakan tanah yang menyebabkan longsor.

Hal itu diungkapkan Kepala Bidang Pengamatan Gempa Bumi dan Gerakan Tanah pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Dr. Ir. E. Kusdinar Abdurrachman, D.E.A., ketika dihubungi lewat telefon, Rabu (26/12).

"Kewaspadaan tentang bencana alam gerakan tanah terutama longsor, perlu ditingkatkan karena bersamaan dengan masuknya puncak musim hujan Desember 2007-Januari 2008 mendatang," ujarnya.

Potensi kerawanan gerakan tanah menengah dan menengah tinggi mendominasi di sejumlah wilayah di Jabar, terutama Jabar bagian selatan seperti Kab. Sukabumi, Kab. Cianjur, dan Kab. Bandung. Wilayah dengan tingkat kerawanan menengah tinggi yang ditandai warna merah pada peta prakiraan wilayah potensi gerakan tanah, cenderung bertambah karena terkait curah hujan yang bertambah.

Curah hujan yang tinggi akan memengaruhi kondisi batuan di Jawa Barat, yang kebanyakan merupakan batuan lepas yang bergerak mencari keseimbangan alam. Selain lapisan batuan, sejumlah gunung berapi kuarter, banyaknya lereng gunung yang terjal, serta tata lahan yang tidak tepat, turut memengaruhi pergerakan tanah.

Penyerapan air yang tidak sempurna menyebabkan air merembes ke dasar tanah hingga mencapai lapisan batuan lepas, yang memicu terjadinya longsor. Pada curah hujan yang mencapai 100 mm, air belum meresap secara merata ke dalam air. Namun, jika curah hujan sudah melampaui 100 mm, tanah sudah jenuh untuk menyerap sisa air hujan, sehingga melimpas dan menggerakkan tanah yang menimbulkan longsor.

Masyarakat yang berada di lereng gunung, di daerah sisi sungai, dan di sisi tebing harus mempersiapkan diri terhadap kemungkinan terjadinya bencana alam. Jika perlu, dilatih untuk melakukan evakuasi jika tanda-tanda kejadian alam tersebut akan terjadi.

Sampai saat ini, lanjut Kusdinar, belum ada wilayah rawan longsor di Jawa Barat yang memerlukan relokasi warga. "Tapi, untuk antisipasinya, harus ada peran aktif dari masyarakat untuk memonitor langsung di lapangan. Persoalannya, pemahaman terkait bencana masih rendah. Oleh karena itu, aparat tidak boleh berhenti melakukan sosialisasi untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman warga tentang bencana alam," katanya.

Ia menambahkan, "Kejadian alam tidak bisa diprediksi, namun masyarakat harus mempelajari agar kejadian tersebut tidak menimbulkan korban jiwa dan mengurangi kerugian materi."

Sementara itu, kecepatan angin yang melanda kawasan Jawa Barat juga akan meningkat memasuki puncak musim hujan. Badan Meteorologi dan Geosifika (BMG) memperkirakan, kecepatan angin akan mencapai 20 knot, padahal kisaran normalnya 12-15 knot. Meningkatnya kecepatan angin itu diduga dipicu oleh munculnya pusat angin bertekanan rendah di kawasan selatan perairan Nusa Tenggara Barat (NTB). (A-158)***
Longsor dan Banjir di Jateng
Korban Tewas 88 Orang


SEMARANG, RABU - Bencana tanah longsor dan banjir yang melanda beberapa daerah di Jawa Tengah, hingga pukul 21.00 WIB telah mengakibatkan 88 orang meninggal dunia dan ribuan rumah penduduk mengalami rusak berat dan ringan.

Dari jumlah tersebut 71 orang meninggal akibat tanah longsor di Kabupaten Karanganyar tersebar di beberapa lokasi, yaitu di Jatiyoso 10 orang, dukuh Ledoksari, Tawangmangu 37 orang, Ngargoyoso dua orang, Kerjo lima orang, Jenawi tiga orang, Jumapolo delapan orang Jaten seorang dan Karanganyar Kota dua orang.

Sampai kini baru lima korban yang ditemukan dalam kondisi meninggal dunia, yaitu Jami (30), Azka (1), Sumardi (25), Putri (2 ), dan Sri Lestari (25) lima jenazah tersebut sekarang sudah dimakamkan di pemakaman umum di daerah tersebut.

Upaya evakuasi masih dilakukan petugas pemda setempat, polisi, dan TNI dengan dibantu masyarakat setempat, tetapi karena hari sudah malam dan lokasi bencana yang berada di daerah pegunungan, akan dilanjutkan hari Kamis (27/12).


Sungai Batanghari Siaga Satu



JAMBI, KOMPAS - Meningkatnya curah hujan dalam dua pekan terakhir telah mengakibatkan tinggi muka air Sungai Batanghari di wilayah Kota Jambi kini mencapai 13,89 meter. Pemerintah Provinsi Jambi menyatakan status siaga satu banjir.

Dengan status siaga satu ini, pengamatan di stasiun duga air otomatis Sungai Batanghari di pos Tanggo Rajo, Kota Jambi, makin ditingkatkan menjadi setiap tiga jam. Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) juga menyiapkan 50.000 bahan banjiran berupa karung berisi pasir, serta bronjong untuk mengantisipasi banjir dan longsor pada tepian sungai.

“Karung pasir dan bronjong siap kami bagi-bagikan secara gratis kepada seiap kabupaten yang membutuhkan,” tutur Nino Guritno, Kepala Dinas Kimpraswil Provinsi Jambi, Rabu (26/12).

Menurut Nino, tinggi muka air (TMA) Sungai Batanghari naik sangat pesat pada musim penghujan kali ini. “Kalau pada tahun-tahun sebelumnya, muka air sungai baru akan naik pesat sekitar bulan Februari. Tapi kali ini, air sudah naik drastis menjelang akhir tahun,” tuturnya.

Menurut Sebastian, koordinator pemantauan stasiun duga air Sungai Batanghari, TMA Batanghari memang naik drastis selama Desember. Pada pekan pertama Desember, TMA mencapai rata-rata 12,25 meter, naik menjadi 13,55 meter pada pekan ketiga. Pekan ini, TMA telah mencapai 13,89 meter.

Saat ini, enam kabupaten di Jambi mengalami banjir, yaitu Tanjung Jabung Timur, Kota Jambi, Muaro Jambi, Batanghari, Bungo, dan Kerinci.

Dalam pantauan di Kampung Pulau Pandan, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi, luapan air Sungai Batanghari telah membanjiri sekitar 30 rumah. Sedangkan warga yang meski tidak kebanjiran karena menempati rumah-rumah panggung, juga terisolir. Mereka harus memanfaatkan perahu atau sampan untuk ke sekolah atau ke tempat kerja.

Sekitar 1.600 hektar pada 11 kecamatan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, terendam banjir, dari total 3.240 hektar lahan pertanian. Ketinggian banjir beragam, mulai dari setengah hingga satu meter. Sebanyak 209 hektar di antaranya telah puso.

Di Kerinci, sebanyak 450 hektar areal persawahan yang baru ditanami juga mengalami banjir. Di Batanghari, banjir menggenangi 159 hektar sawah yang tengah disemai, serta lebih dari 200 hektar kebun palawija, karet, dan sawit. Banjir paling parah terjadi di Muarabulian, Muaratembesi, Maro Sebo Ilir, Maro Sebo Ulu, dan Mersam. Banjir juga terjadi di Muaro Jambi serta wilayah seberang Sungai Batanghari di Kota Jambi.

Akibat musibah ini, menurutnya, masyarakat terpaksa mengundurkan waktu tanam padi. “Benih-benihnya sudah rusak, tidak bisa lagi ditanami. Namun kami tengah akan memberi bantuan benih bagi para petani,” tutur Sehan, Humas Pemkab Batanghari.

Kemudian di Kabupaten Wonogiri, akibat bencana tanah longsor yang terjadi di Kecamatan Tirtomoyo dan Manyaran mengakibatkan 17 orang meninggal dunia. Dari jumlah tersebut, baru lima korban yang berhasil dievakuasi.

Bencana tanah longsor juga terjadi di Kabupaten Magelang yang mengakibatkan delapan rumah penduduk Desa Madyogondo, Desa Girirejo, dan Desa Pagergunung Kecamatan Ngablak mengalami rusak.

Sementara itu bencana banjir terjadi di Solo akibat meluapnya Sungai Bengawan Solo. Bencana ini mengakibatkan 26.720 jiwa (5.344 kepala keluarga) dari sembilan kelurahan di Solo mengungsi akibat rumahnya terendam air bah.

Sebanyak 5.344 KK yang kebanjiran itu sekarang mengungsi di posko-posko yang telah disediakan di kantor-kantor kelurahan atau tempat lainnya yang tidak kebanjiran.

Korban banjir sebanyak itu berasal dari daerah Sudiroprajan 173 KK, Jebres 318 KK, Pucangsawit 613 KK, Jagalan 812 KK, Gandekan 920 KK, Sangkrah 445 KK, Semanggi 953 KK, Joyosuran 195 KK, dan Joyontakan 1.650 KK.

Sementara itu banjir yang menggenangi ribuan hektare areal pertanian di Kabupaten Kudus, dan Kabupaten Grobogan Jawa Tengah ditaksir menyebabkan kerugian hingga Rp240 miliar.

Untuk membantu korban tanah longsor di Kabupaten Karanganyar, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng telah menyiapkan 100 kantong mayat, tim medis, dan obat-obatan.

Selain itu, Plt. Kepala BIKK Jateng, Urip Sihabudin, mengungkapkan, telah dibuka tujuh dapur umum dengan perbekalan logistik beras, mie, dan bahan makanan lain yang jumlahnya mencukupi.

"Poliklinik desa (polindes) yang berada di kawasan bencana juga buka 24 jam. Kita juga menyiapkan 16 perahu karet di daerah rawan banjir. Bagi korban yang meninggal dunia, Pemprov Jateng memberikan santunan Rp2,5 juta/orang," katanya. (Ant/Mbk)

Banjir Bandang di Kabupaten Malang
300 Rumah Tenggelam, Satu Orang Hilang


Laporan Wartawan Surya Imam Taufik, Silvinita W dan Deni Bachtiar

MALANG, RABU - Banjir bandang menimpa Desa Sitiarjo Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang sejak Rabu (26/12) pagi. Akses jalan ke lokasi yang terputus menyulitkan regu penolong masuk ke desa yang menjadi langganan banjir bandang itu.

Bagyo Setyono, anggota Satkorlak Kabupaten Malang juga Kepala Sub bagian Pengamanan Sandi dan Telekomunikasi Pemkab Malang, mengatakan regu penolong sulit masuk karena sejumlah ruas jalan tertimbun longsoran tanah. "Kami harus mengerahkan alat berat sebelum masuk ke sana. Informasi awal, ada satu warga hilang," ujar Bagyo.

Regu penolong yang dikirim ke daerah bencana antara lain, tim Malang Selatan Rescue, anggota masyarakat dan instansi terkait. Satkorlak juga menerjunkan 12 perahu karet untuk mengevakuasi warga dan mendistribusikan bantuan ke daerah bencana. Dilaporkan, sedikitnya 300 rumah di Desa Sitiarjo itu yang tenggelam hingga tiga meter.

Sumbermanjing Wetan hanya satu dari sekian kecamatan di Kabupaten Malang yang menderita akibat hujan yang turun deras tanpa henti sejak beberapa hari terakhir. Di Kecamatan Wajak, dua orang tewas terseret arus Sungai Bendo. Kedua orang itu adalah Ngatiin (37) dan Solim (30). Saat kejadian, Ngatiin sedang buang hajat, Rabu sekitar pukul 12.00 di tepi Sungai Bendo yang meluap. Sedangkan Solim tewas setelah tidak bisa kabur dari truk pasirnya yang diseret arus sungai.

Sementara itu di Kecamatan Pakis jembatan Merangin jebol, perumahan Asabri tergenang 50 cm, sungai Jilu di sekitar Pasar Pakis naik hingga 1 meter di bawah jembatan. Di Desa Taji Dusun Umbutlegi tanah longsor menimpa rumah warga tiga luka parah.

Di Kecamatan Kasembon, jalan jurusan Malang-Kediri sempat putus karena longsor, tetapi sudah dibetulkan tim Provinsi Jatim. Tanah longsor juga terjadi di Desa Bumirejo dan Amandanom Kecamatan Dampit. Sementara di Desa Purwodadi dan Lenggoksono Kecamatan Tirtoyudo sungai meluap dan memicu tanah longsor.

No comments: